Sabtu, 27 April 2013

Budaya,kreativitas dan inovasi

Pengertian, dan fungsi budaya organisasi.
Dalam kehidupan masyarakat sehari-hari tidak terlepas dari ikatan budaya yang diciptakan. Ikatan budaya tercipta oleh masyarakat yang bersangkutan, baik dalam keluarga, organisasi, bisnis maupun bangsa. Budaya membedakan masyarakat satu dengan yang lain dalam cara berinteraksi dan bertindak menyelesaikan suatu pekerjaan. Budaya mengikat anggota kelompok masyarakat menjadi satu kesatuan pandangan yang menciptakan keseragaman berperilaku atau bertindak. Seiring dengan bergulirnya waktu, budaya pasti terbentuk dalam organisasi dan dapat pula dirasakan manfaatnya dalam memberi kontribusi bagi efektivitas organisasi secara keseluruhan.
Berikut ini dikemukakan beberapa pengertian budaya organisasi menurut beberapa ahli :

a. Menurut Wood, Wallace, Zeffane, Schermerhorn, Hunt, Osborn (2001:391), budaya organisasi adalah sistem yang dipercayai dan nilai yang dikembangkan oleh organisasi dimana hal itu menuntun perilaku dari anggota organisasi itu sendiri.

b. Menurut Tosi, Rizzo, Carroll seperti yang dikutip oleh Munandar (2001:263), budaya organisasi adalah cara-cara berpikir, berperasaan dan bereaksi berdasarkan pola-pola tertentu yang ada dalam organisasi atau yang ada pada bagian-bagian organisasi.

c. Menurut Robbins (1996:289), budaya organisasi adalah suatu persepsi bersama yang dianut oleh anggota-anggota organisasi itu.

d. Menurut Schein (1992:12), budaya organisasi adalah pola dasar yang diterima oleh organisasi untuk bertindak dan memecahkan masalah, membentuk karyawan yang mampu beradaptasi dengan lingkungan dan mempersatukan anggota-anggota organisasi. Untuk itu harus diajarkan kepada anggota termasuk anggota yang baru sebagai suatu cara yang benar dalam mengkaji, berpikir dan merasakan masalah yang dihadapi.

e. Menurut Cushway dan Lodge (GE : 2000), budaya organisasi merupakan sistem nilai organisasi dan akan mempengaruhi cara pekerjaan dilakukan dan cara para karyawan berperilaku. Dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan budaya organisasi dalam
penelitian ini adalah sistem nilai organisasi yang dianut oleh anggota organisasi, yang kemudian mempengaruhi cara bekerja dan berperilaku dari para anggota organisasi.

Fungsi Budaya Organisasi
Menurut Robbins (1996 : 294), fungsi budaya organisasi sebagai berikut :

a. Budaya menciptakan pembedaan yang jelas antara satu organisasi dan yang lain.

b. Budaya membawa suatu rasa identitas bagi anggota-anggota organisasi.

c. Budaya mempermudah timbulnya komitmen pada sesuatu yang lebih luas daripada kepentingan
 diri individual seseorang.

d. Budaya merupakan perekat sosial yang membantu mempersatukan organisasi itu dengan memberikan standar-standar yang tepat untuk dilakukan oleh karyawan.

e. Budaya sebagai mekanisme pembuat makna dan kendali yang memandu dan membentuk sikap serta perilaku karyawan.

Tipologi budaya organisasi.
Ada beberapa tipologi budaya organisasi. Kotter dan Heskett (1998) mengkategorisasi jenis budaya organisasi menjadi tiga yaitu budaya kuat dan budaya lemah; budaya yang memiliki kecocokan strategik; dan budaya adaptif. Organisasi yang berbudaya kuat biasanya dapat dilihat oleh orang luar sebagai memilih suatu gaya tertentu. Dalam budaya organisasi yang kuat ini nilai-nilai yang dianut bersama itu dikonstruksi ke dalam semacam pernyataan misi dan secara serius mendorong para manajer untuk mengikutinya. Karena akar-akarnya sudah mendalam, gaya dan nilai budaya yang kuat cenderung tidak banyak berubah walaupun ada pergantian pimpinan.
Sejalan dengan itu, Robbins (1990) mengemukakan bahwa yang dimaksud dengan budaya yang kuat adalah budaya di mana nilai-nilai inti dipegang secara intensif dan dianut bersama secara meluas. Makin banyak anggota yang menerima nilai-nilai inti dan makin besar komitmen mereka pada nilai-nilai itu, maka makin kuat pula budaya tersebut. Sebaliknya organisasi yang berbudaya lemah, nilai-nilai yang dianut tidak begitu kuat sehingga jatidiri organisasi tidak begitu menonjol dan kemungkinan besar nilai-nilai yang dianut pun berubah setiap pergantian pimpinan atau sesuai dengan kebijakan pimpinan yang baru.
Jenis budaya yang cocok secara strategik memiliki perspektif yang menegaskan tidak ada resep umum untuk menyatakan seperti apa hakikat budaya yang baik itu, hanya apabila “cocok” dengan konteksnya. Konteks itu dapat berupa kondisi objektif dari organisasinya, segmen usahanya yang dispesifikasi oleh strategi organisasi atau strategi bisnisnya sendiri. Konsep kecocokan sangat bermanfaat khususnya dalam menjelaskan perbedaanperbedaan kinerja jangka pendek dan menengah. Esensi konsepnya mengatakan bahwa suatu budaya yang seragam tidak akan berfungsi. Oleh karena itu, beberapa variasi dibutuhkan untuk mencocokan tuntutan-tuntutan spesifik dari bisnis-bisnis yang berbeda itu.
Budaya adaptif didasari pemikiran bahwa organisasi merupakan sistem terbuka dan dinamis yang dapat mempengaruhi dan dipengaruhi oleh lingkungan. Untuk dapat meraih sukses dalam lingkungan yang senantiasa berubah, organisasi harus tanggap terhadap kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi, dapat membaca kecenderungan-kecenderungan penting dan melakukan penyesuaian secara cepat. Budaya organisasi adaptif memungkinkan organisasi mampu menghadapi setiap perubahan yang terjadi tanpa harus berbenturan dengan perubahan itu sendiri.
Selanjutnya, Luthans (1992) memaparkan karakteristik budaya organisasi sebagai berikut:
  1. Peraturan-peraturan perilaku yang harus dipenuhi 
  2. Norma-norma 
  3. Nilai-nilai yang dominan 
  4. Filosofi 
  5. Aturan-aturan 
  6. Iklim organisasi.
Semua karakteristik budaya organisasi tersebut tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya, dalam arti bahwa unsur-unsur tersebut mencerminkan budaya yang berlaku dalam suatu jenis organisasi, baik yang berorientasi pada pelayanan jasa maupun organisasi yang menghasilkan produk barang.
Robbins (1990) mengemukakan 10 karakteristik budaya organisasi, yaitu:
  1. Inisiatif individu 
  2. Toleransi terhadap risiko 
  3. Pengarahan 
  4. Integrasi 
  5. Dukungan manajemen 
  6. Pengawasan 
  7. Identitas 
  8. Sistem penghargaan 
  9. Toleransi terhadap konflik 
  10. Pola komunikasi.
Inisiatif individual adalah seberapa jauh inisiatif seseorang dikehendaki dalam perusahaan. Hal ini meliputi tanggung jawab, kebebasan dan independensi dari masing-masing anggota organisasi, dalam artian seberapa besar seseorang diberi wewenang dalam melaksanakan tugasnya, seberapa berat tanggung jawab yang harus dipikul sesuai dengan kewenangannya dan seberapa luas kebebasan mengambil keputusan.
Toleransi terhadap risiko, menggambarkan seberapa jauh sumber daya manusia didorong untuk lebih agresif, inovatif dan mau menghadapi risiko dalam pekerjaannya. Pengarahan, hal ini berkenaan dengan kejelasan sebuah organisasi dalam menentukan objek dan harapan terhadap sumber daya manusia terhadap hasil kerjanya. Harapan tersebut dapat dituangkan dalam bentuk kuantitas, kualitas dan waktu.
Integrasi adalah seberapa jauh keterkaitan dan kerja sama yang ditekankan dalam melaksanakan tugas dari masing-masing unit di dalam suatu organisasi dengan koordinasi yang baik. Dukungan manajemen, dalam hal ini seberapa jauh para manajer memberikan komunikasi yang jelas, bantuan, dan dukungan terhadap bawahannya dalam melaksanakan tugasnya.
Pengawasan, meliputi peraturan-peraturan dan supervisi langsung yang digunakan untuk melihat secara keseluruhan dari perilaku karyawan. Identitas, menggambarkan pemahaman anggota organisasi yang loyal kepada organisasi secara penuh dan seberapa jauh loyalitas karyawan tersebut terhadap organisasi.
Sistem penghargaan pun akan dilihat dalam budaya organisasi, dalam arti pengalokasian “reward” (kenaikan gaji, promosi) berdasarkan kriteria hasil kerja karyawan yang telah ditentukan. Toleransi terhadap konflik, menggambarkan sejauhmana usaha untuk mendorong karyawan agar bersikap kritis terhadap konflik yang terjadi. Karakteristik yang terakhir adalah pola komunikasi, yang terbatas pada hierarki formal dari setiap perusahaan.
Kreativitas individu, dan team proses inovasi
Kreativitas dengan inovasi itu berbeda. Kreativitas  merupakan pikiran untuk menciptakan sesuatu yang baru,  sedangkan  inovasi adalah  melakukan  sesuatu yang baru. Hubungan  keduanya  jelas. Inovasi merupakan aplikasi praktis dari kreativitas. Dengan  kata lain, kreativitas bisa merupakan variabel bebas, sedangkan inovasi adalah variabel tak bebas. Dalam praktek bisnis sehari-hari, ada perencanaan yang meliputi  strategi,  taktik, dan eksekusi. Dalam  pitching  konsultansi atau agency, sering terdengar keluhan bahwa secara konseptual apa yang  disodorkan agency bagus, tetapi strategi itu tak  berdampak pada  perusahaan  karena  mandek di  tingkat  eksekusi.  Mengapa? Sebab, strategi bisa ditentukan oleh seseorang, tetapi  eksekusinya  harus  melibatkan  banyak orang, mulai  dari  atasan  hingga bawahan. Di sinilah mulai ada gesekan antarkaryawan, beda persepsi hingga ke sikap penentangan.
Itu sebabnya, tak ada perusahaan yang mampu berinovasi  secara konsisten  tanpa  dukungan karyawan yang bisa  memenuhi  tuntutan persaingan. Hasil pengamatan kami menunjukkan, perusahaan-perusahaan  inovator sangat memperhatikan masalah  pelatihan  karyawan, pemberdayaan, dan juga sistem reward untuk meng-create daya pegas inovasi.  Benih-benih inovasi akan tumbuh baik  pada  perusahaan-perusahaan  yang selalu menstimulasi karyawan, dan  mendorong  ke arah ide-ide bagus. Melalui program pelatihan, sistem reward, dan komunikasi,  perusahaan terus berusaha untuk  mendemokratisasikan inovasi.

Sumber:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar